Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus)

Javan Rhino Expedition David Herman Jaya

Badak Jawa atau Javan Rhino alias Rhinoceros Sondaicus merupakan salah satu species badak yang paling terancam punah. Badak Jawa tergolong dalam ordo hewan berkuku ganjil atau Perrisdactyla. Kulitnya tebal berlipat-lipat seperti perisai sehingga nampak seperti bongkah batu besar. #badakjawa >> bit.ly/badak-jawa

Badak Jawa karya Alain Compost
Javan Rhinoceros by Alain Compost

Morfologi Badak Jawa

Ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumetrensis). Cula Badak Jawa jantan biasanya lebih besar dari betinanya. Sedangkan cula Badak betina hanya berupa tonjolan di atas kepalanya (Veevers dan Carter, 1978; Prawirosudirjo, 1975). Tinggi rata-rata Badak Jawa antara 140-175 cm.

Sedangkan panjang badannya sekitar 300-315 cm. Namun pernah juga ditemukan dengan panjang mencapai 392 cm. Tebal kulitnya 25 – 30 mm, lebar kaki rata-rata 27-28 cm dan beratnya sekitar 2300 Kg. Panjang cula diukur mengikuti lengkungnya bisa mencapai 48 cm (Hoogerwerf, 1970).

badak jawa by stephen belcher
Javan Rhino by Stephen Belcher

Penglihatannya kurang tajam, tapi pendengaran dan penciumannya sangat tajam. Oleh sebab itu badak bisa mengetahui adanya bahaya atau musuh yang akan datang dari jarak jauh (Hoogerwerf, 1970; Prawirosudirjo, 1975).

Kadang-kadang Badak berjalan sampai jarak 15-20 km dalam sehari. Namun badak lebih sering berada beberapa hari dalam daerah yang tidak lebih dari 0,5 km2 (Hoogerwerf, 1970)

Klasifikasi

Nama ilmiah Badak Jawa adalah Rhinoceros Sondaicus. Penamaan itu diambil dari bahasa Yunani, yaitu rhino  yang berarti hidung, dan ceros  berarti cula.  Sedangkan sondaicus merujuk pada kata Sunda yang berada di pulau Jawa. Sedangkan dalam bahasa Inggris, badak Jawa disebut Javan Rhino.

Berikut adalah tabel klasifikasi ilmiah dari Badak Jawa

KerajaanAnimalia
FilumCordata
KelasMammalia
OrdoPerissodactyla
FamilyRhinocerotidae
GenusRhinoceros (Linnaeus, 1758)
SpeciesRhinoceros Sondaicus (Desmarest, 1822)
Sub-speciesRhinoceros Sondaicus Sondaicus

Rhinoceros Sondaicus merupakan sub species terakhir yang masih bertahan sampai sekarang. Dua sub species lainnya, yaitu  Rhinoceros Sondaicus Annamiticus (Badak Vietnam) telah dinyatakan punah pada tahun 2010. Satu lagi yaitu  Rhinoceros Sondaicus Inermis atau Badak Jawa Tanpa Cula yang pernah mendiami delta Bhrahmaputra di Sungai Gangga Bangladesh. Badak tanpa cula inipun telah lebih dulu punah.

Populasi

Populasi Rhinoceros Sondaicus pernah mengalami titik kritis pada tahun 1960-an, yang mana pada waktu itu hanya terdapat sekitar 20 ekor saja. Sejak tahun 1980-an hingga saat ini perkembangan populasinya cukup stabil pada kisaran 40-70 an ekor.

Jumlah ini pun masih riskan dari kepunahan. Untuk menghindar dari bahaya kepunahan idealnya ada lebih dari 500 ekor yang hidup di alam liar dengan sebaran habitat yang lebih luas. Sekarang Taman Nasional Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat alami badak bercula satu ini.

badak-jawa-camera-trap-btnuk
Induk dan anak Badak Jawa | Camera trap BTNUK

Berdasarkan Siaran Pers Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang diterbitkan pada tanggal 10 Desember 2024, populasi badak Jawa saat ini adalah sekitar 80 ekor.

Sedangkan menurut pakar konservasi Prof Harini Muntasib dalam berita terkini situs resmi ITB pada 5 Agustus 2025. Populasi badak bercula satu ini diperkirakan sekitar 87 – 100 individu. Angka tersebut diperoleh berdasarkan metode Spatial Count Model yang mendeteksi keberadaan badak di lokasi pengamatan.

Populasi  badak Jawa menurut laporan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) yang dikutip savetherhino.org, International Rhino Foundation (IRF) dan Mongabay, populasi badak sekarang ini hanya 50 ekor.

Dalam situs Wildlife Watch populasi badak Jawa pada tahun ini berkisar antara 50 – 76 individu. Sementara menurut situs WWF International, populasi badak Jawa sekarang ini diperkirakan sekitar 76 ekor.

Lihat: Javan Rhino Expedition

Berikut adalah Tabel Pertumbuhan Populasi Badak di TN Ujungkulon dari tahun 1967-1993

Hasil SensusMinimalMaksimalRata-rata
1967212824,5
1968202924,5
1969334228
1971334237,5
1972404844
1973384642
1974415246,5
1975455449,5
1976445248
1977445248
197847

46

57

55

52 (PPA)

50,5 (Amman)

198054

57

62

66

58 (PPA)

61,5 (Amman)

198151

54

77

60

64 (PPA

57 (Sajjudin)

1982535956
1983586963,5
1984505452 (PPA & Sajjudin)
1989526257
1993355847
201251 ?
201358 ?
201457 ?
201563 ?
201667 ?
201869 ?
201968 ?
202070 ?
202174 ?
20227476 ?
20255080  ?

Sumber: ppid.menlhk.go.idDirjen PHPA Dephut RI (1994)

Berdasarkan data di atas, populasi Rhinoceros Sondaicus pernah meningkat sampai tiga kali lipat dibanding kondisinya pada era 1960-an. Namun angka itu kembali menurun cukup drastis pada tahun 2024 – 2025 akibat kasus perburuan liar.

Siaran Pers Mengenai Badak Jawa

Sebagai pelengkap berikut ini adalah salinan dari Siaran Pers mengenai Badak Jawa yang diterbitkan pada laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 1o Desember 2024.

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) diperkirakan telah ada sejak zaman Pleistosen (sekitar 2 juta tahun lalu). Mereka termasuk dalam keluarga Rhinocerotidae, yang memiliki akar evolusi di Eurasia dan Afrika. Badak Jawa memiliki kerabat dekat dengan badak India (Rhinoceros unicornis) dan dulunya memiliki wilayah penyebaran yang luas, mulai dari wilayah India timur, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, hingga Jawa.

Seiring berjalannya waktu, perburuan, kehilangan habitat, dan tekanan manusia mulai mengancam keberadaan Badak Jawa. Pada abad ke-19, kolonialisme dan perkembangan pertanian menyebabkan pembukaan besar-besaran hutan untuk perkebunan, yang merusak habitat badak.

Perburuan badak juga meningkat karena cula badak dianggap bernilai tinggi dalam pengobatan tradisional Tiongkok dan barang antik. Dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan, cula badak dijual dengan harga sangat mahal di pasar gelap.

Pada awal abad ke-20, populasi Badak Jawa di Asia Tenggara hampir punah. Spesies ini dilaporkan terakhir kali terlihat di Vietnam pada 2010, sehingga sekarang hanya tersisa di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, Indonesia.

TN Ujung Kulon merupakan salah satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia dan juga masuk dalam world heritage tahun 1991. Dengan luasan 105.694,46 Ha menjadi habitat terakhir untuk Badak Jawa di Dunia, maka diperlukan perlakuan khusus untuk melindungi Badak Jawa dan habitanya.

Rhinoceros Sondaicus yang merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan sebagai critically endangered dalam daftar Red List Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Badak Jawa juga terdaftar dalam Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagai jenis yang jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah. Badak Jawa juga diklasifikasikan sebagai jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintan No. P.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi yang Terancam Eksistensinya.

Sejauh ini telah diketahui terdapat 3 haplotype (Fernando et al., 2006) pada Badak Jawa, dan data terbaru menunjukan bahwa hanya terdapat 2 (dua) haplotype saja dari 3 haplotype yang sudah teridentifikasi, sedangkan haplotype ke-3 sudah tidak ditemukan lagi di TN Ujung Kulon.

Haplotype 3 ini berasal dari sampel yang berasal dari Rhinoceros Sondaicus yang berada di luar populasi Ujung Kulon (Preparat Museum Zoologi Bogor). Dari 2 (dua) haplotype tersebut, terdapat kemungkinan terbentuk 3 kelompok kembangbiak badak di TN Ujung Kulon berdasarkan lokasi perkembang biakan di Semenanjung Ujung Kulon.

Pembentukan kelompok itu akan semakin mempercepat laju kawin silang dalam pada populasi Badak Jawa karena mempersempit peluang individu dari kelompok yang berbeda untuk dapat kawin. Akan lebih parah lagi jika terdapat karakter dominan pada badak jantan yang akan menutup aliran genetik dari individu lain sehingga akan terjadi dominasi genetik dari keturunan spesifik.

Selain itu, adanya inbreeding tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas genetic, hal ini telah terbukti dari beberapa anakan yang terlahir dengan ciri ciri cacat fisik misalnya kuping seperti teriris, ekor bengkok dan lain sebagainya. Jika demikian maka diperlukan intervensi segera sebelum dampak recessive allele muncul dan merusak daya sintas Badak Jawa.

Javan Rhino Study and Conservation Aarea (JRSCA) merupakan salah satu sarana prasarana yang dibangun untuk upaya perkembangbiakan Badak Jawa secara terkontrol. Saat ini, untuk merealisasikan hal tersebut sedang dilakukan pemilihan individu Badak Jawa yang akan menjadi indukan dalam proses pengembangbiakan.

Selain itu, upaya perlindungan yang dilakukan yaitu menutup aktivitas pengunjung wisata di wilayah Semenanjung Ujung Kulon yang merupakan habitat utama Badak Jawa. Penutupan ini merupakan bagian dari strategi fully protection area (FPA) yang diterapkan di TN Ujung Kulon.

FPA dilaksanakan dengan pemberlakuan patroli flying camp guna perlindungan dan pengamanan habitat Badak Jawa selama 24 jam penuh. Salah satu hasil positif yang diperoleh dari strategi ini yaitu tertangkapnya para pelaku perburuan satwa (Badak Jawa) sebanyak 7 orang pada tahun 2023 dan 2024, dan perburuan satwa (burung) sebanyak 5 orang pada tanggal 28 september 2024.

TN Ujung Kulon, rumah terakhir bagi Badak Jawa, terus menjadi sorotan dunia sebagai salah satu simbol pelestarian satwa liar. Dengan populasi yang kini diperkirakan hanya sekitar 80 ekor, Badak Jawa merupakan salah satu spesies paling terancam punah di dunia.

Melalui pendekatan yang mengintegrasikan wisata, edukasi, dan penelitian, Indonesia berkomitmen untuk menjaga eksistensi satwa ikonik ini, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pada tahun 2024, telah lahir anak Badak Jawa sebanyak 4 (empat) ekor dengan ID.093.2024 (jenis kelamin belum diketahui) dari induk bernama Mantili dengan ID.057.2013, ID.094.2024 (Iris) dengan jenis kelamin betina dari induk bernama Putri dengan ID.040.2012, ID.095.2024 (Wirawono) dengan jenis kelamin jantan dari induk bernama Rislan dengan ID.061.2014, dan ID.096.2024 (Syauqi) dengan jenis kelamin jantan dari induk bernama desy dengan ID.043.2012.

Hal ini merupakan kabar yang sangat menggembirakan bagi kami atas upaya perlindungan dan pengamanan yang telah dilakukan, selain tertangkapnya para pelaku perburuan Badak Jawa pada akhir tahun 2023 dan awal tahun 2024.

Sebagai upaya pengelolaan Badak Jawa lainnya, Balai TN Ujung Kulon juga menawarkan pengalaman wisata alam yang takkan terlupakan, mulai dari trekking di hutan tropis, menikmati hamparan pantai berpasir putih alami, hingga pengamatan keanekaragaman hayati/hidupan liar.

Wisata berbasis konservasi ini dirancang agar pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam tetapi juga memahami pentingnya pelestarian lingkungan. Inisiatif seperti eco-tourism dan program tur edukatif membawa wisatawan lebih dekat dengan cerita perjuangan melindungi Badak Jawa tanpa mengganggu habitat mereka.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Balai TN Ujung Kulon mengajak masyarakat lokal dan global untuk turut serta dalam upaya pelestarian Badak Jawa. Melalui program kampanye peduli Badak Jawa, kesadaran setiap individu memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam menjaga kelangsungan salah satu spesies paling langka di dunia.