Habitat baru Badak Jawa di luar semenanjung Ujung Kulon sebenarnya sudah cukup lama dibahas dalam berbagai kajian. Namun hal itu tentu saja tidak semudah yang kita bayangkan. Sebab bagaimanapun pemindahan Badak Jawa memerlukan persiapan yang sangat matang mengingat resikonya yang sangat tinggi.
Lalu sejauh mana rencana relokasi Badak Jawa ke habitat barunya? Berikut kami sampaikan berita yang kami kutip dari kantor berita rmolbanten
Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Anggodo menuturkan, pihaknya mempunyai misi untuk menjamin kelestarian minimal 90 individu Badak Jawa pada tahun 2029 mendatang.
Rencana Habitat Baru Badak Jawa
“Serta menyediakan second habitat yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujarnya dalam kegiatan konsultasi publik Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Jawa 2019-2029 di Istana Negara Pendopo Bupati Pandeglang, Senin (12/8-2018).
Anggodo menjelaskan, masuknya rencana second habitat dalam konservasi badak jawa itu lantaran kekhawatiran para pakar dan peneliti akan potensi bencana. seperti halnya gempa bumi, tsunami dan letusan Gunung Anak Krakatau.
“Kalau (rencana) habitat baru Badak Jawa ini kan sebetulnya kekhawatiran dari pihak-pihak pakar. Bahwa badak yang tinggal di semenajung ini akan semakin berkurang atau punah. Karena adanya potensi bencana gempa, tsunami dan gunung berapi Krakatau, sehingga mereka berpikir kenapa nggak membuatkan habitat kedua itu sebetulnya intinya,” terangnya.
Lokasi Habitat Baru
Meski begitu, Anggodo belum mengetahui secara pasti lokasi yang akan dipilih menjadi habitat baru Badak Jawa yang merupakan satwa purba yang masuk dalam warisan dunia itu.
“Kalau penjelasan dari teman-teman sudah survei ke lokasi habitat baru Badak Jawa itu di sekitar Cikepuh (Cibaliung-red). Tapi ternyata sering dipakai untuk latihan militer saya kira tidak akan di sana. Namun, untuk lokasi lainnya saya belum tahu,” ucapnya.
Anggodo menjelaskan, selain relokasi ke habitat baru Badak Jawa, ada empat strategi lainnya yang disiapkan. Di antaranya pengembangan wilayah dan sistem pengelolaan kawasan yang menjamin peningkatan populasi dan kualitas habitat badak jawa. Strategi keduanya, yakni mengembangkan sistem pengelolaan yang menjamin peningkatan kuantitas dan kualitas individu di TNUK.
Javan Rhino Sanctuary and Conservation Area
“Ketiga, membentuk metapopulasi Badak Jawa di second habitat. Dan terakhir adalah membentuk satu populasi semi-in-situ di dalam sebuah suaka yang kini di TNUK telah memiliki Javan Rhino Sanctuary and Conservation Area (baca: JRSCA),” urainya.
Anggodo menjabarkan, strategi itu disiapkan untuk menghadapi tantangan yang bakal dihadapi di masa mendatang. Tantangan itu berupa luas habitat efektif badak jawa di perkirakan hanya 60% dari luas semenanjung TNUK. Ancaman bencana tsunami dan gempa bumi, kegiatan ilegal, penyakit, dan sex ratio jantan dan betina yang tidak seimbang serta adanya potensi inbreeding atau kawin sedarah.
“Kalau tahun lalu mengedepankan 3 pilar. Tetapi tahun ini bertambah untuk memperhatikan kuantitas dan kualitasnya. Jadi bukan cuma bertambah jumlahnya, tetapi juga lebih baik kualitasnya. Artinya badak lebih sehat, terjaga fisik dan keamanannya. Tentunya agar tidak terjadi badak yang inbreeding,” jelasnya.
Strategi, Koordinasi dan Integrasi Program Konservasi Badak Jawa
Guru Besar Fakuktas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Kodra menambahkan, strategi yang disusun menurutnya sudah baik. Hanya saja ia menekankan agar TNUK bersama pihak terkait lainnya meningkatkan koordinasi dan integrasi. Mengingat pengembangan populasi badak jawa merupakan investasi besar.
“Strategi ini menurut kami bagus. Tetapi harus memperhatikan agar bagaimana strategi ini berjalan dalam upaya konservasi badak. Sehingga harus cukup persyaratan, yang meliputi SDM yang cukup, organisasi harus cukup, dan dana harus cukup. Termasuk mekanisme kerja harus cukup yang berkaitan koordinasi, integrasi,” bebernya.
Dari empat hal itu, dua yang masih perlu menjadi perhatian besar. Keduanya yakni pendanaan dan strategis mengenai koordinasi dan sinergis supaya nantinya tidak ada yang saling egois.
Pendanaan Proyek Habitat Baru Badak Jawa
“Cuma yang perlu menjadi PR besar adalah masalah dana dan strategis mengenai koordinasi dan sinergis supaya tidak ada yang egois. Harus kita tentukan siapa koordinatornya,” ucapnya.
“Pendanaan bisa melibatkan APBN, APBD, dan swasta. Tapi jangan lupa BLUD juga bisa menggerakkan. Sehingga nanti TNUK bisa menjalankan bisnis,” saran mantan anggota Dewan Riset Nasional itu.
Sementara dari data TNUK, jumlah populasi Badak Jawa kini hanya menyisakan 69 individu, yang terdiri atas 12 individu anak dan 57 individu dewasa. Jumlah ini dianggap mengalami peningkatan populasi sebesar 28,1% dalam kurun waktu 2013 hingga 2018. [ars]
Sumber: rmolbanten.com